Sebagai kota yang
berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman banjir yang
sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta telah
dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah
terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu
hampir sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Hingga kini banjir pun belum
berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim penghujan telah tiba. Oleh
karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah di Jakarta kini kota
Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga Jakarta tidak
berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini.
Secara
alamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian penting dari
mekanisme pembentukan dataran di Bumi kita ini. Melalui banjir, muatan sedimen
tertransportasikan dari daerah sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke
daratan yang lebih rendah, sehingga di tempat yang lebih rendah itu terjadi
pengendapan dan terbentuklah dataran. Melalui banjir pula muatan sedimen
tertransportasi masuk ke laut untuk kemudian diendapkan diendapkan di tepi pantai
sehingga terbentuk daratan, atau terus masuk ke laut dan mengendap di dasar
laut. Banjir yang terjadi secara alamiah ini sangat ditentukan oleh curah hujan.
Banjir yang terjadi di Jakarta akibat dari aktivitas
manusia sendiri yang membuang sampah ke sungai, menebang hutan yang tidak
terkontrol dan penempatan tata ruang yang salah. Dampak dari bencana banjir ini
juga disebabkan tidak ada pencegahan dari pemerintah untuk membantu mencegah
bencana banjir yang menlanda ibukota Negara. Faktor penyebab banjir itu bukan
karena alam dan letak geografis saja tetapi aktifitas manusia yang merusak
lingkunagan juga merupakan salah satu penyebab timbulnya banjir yang di
Jakarta. Ditinjau dari letak geografis, kondisi topologi, iklim, dan kondisi social
masyarakatnya maka kemungkinan terjadinya banjir di Indonesia khususnya Jakarta
cukup besar. Banjir dapat terjadi setiap musim hujan datang, kita tidak dapat
memprediksi kapan datangnya banjir baik tempat dan waktunya. Peristiwa banjir
tidak akan menjadi masalah sejauh banjir tidak menimbulkan gangguan yang
berarti bagi kepentingan manusia. Fenomena banjir dapat disebabkan oleh 3
faktor yaitu:
1.
Faktor-faktor kondisi alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir adalah
kondisi wilayah, misalnya : letak geografis suatu wilayah, kondisi topografi,
dan geometri sungai seperti kemiringan dasar sungai, meandering, penciutan ruas
sungai, sedimentasi, pembendungan alami pada suatu ruas sungai.
2.
Peristiwa alam yang bersifat dinamis yang dapat menjadi penyebab banjir seperti
curah hujan yang tinggi, pecahnya bendungan sungai, peluapan air yang
berlebihan, pengendapan sendimen / pasir, pembendungan air sungai karena
terdapat tanah longsor , pemanasan global yang mengakibatkan permukaan air laut
tinggi.
3.
Faktor kegiatan manusia yang dapat menyebabkan banjir adalah adanya pemukiman
liar di daerah bantaran sungai, penggunaan alih fungsi resapan air untuk
pemukiman, tata kota yang kurang baik, buangan sampah yang sembarangan tempat,
dan pemukiman padat penduduk
(http://dwiiastuti.blogspot.com/2010/03/makalah-penyebab-banjir-di-daerah.html).
Ketidakkonsistenan
pemerintah terbukti karena tidak ada real action dari pemerintah. Padahal
Pemerintah kita salah satu negara yang mendukung konferensi perubahan, akan
tetapi sekarang tetap banyak kebijakan pemerintah yang tidak ramah
lingkungan, terbukti banyak perumahan, apartemen mewah yang tidak ramah
lingkungan yang tidak berifkir tempat penampungan air dan sanitasi yang baik.
Semakin tahun semakin meningkat intensitas banjir. Konsep hijau harus
diterapkan setiap kebijakan pemerintah hal ini tertuang dalam UU RI No.32 Tahun
2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bahkan sanksinya cukup tegas.
Akan tetapi hal itu dianggap lalu. Dan masyarakatpun seakan menikmati dengan
adanya banjir menganggap banjir adalah hal biasa, bagaimana tidak pola fikir (
MIndset ) yang menganggap banjir adalah hal biasa dan dinikmati. Membuang
sampah di sungai adalah hal biasa dan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan
hanya sebatas obrolan bukan sebuah tindakan. Jika semua orang berfikir satu
orang saja yagn membuang sampah mengakibatkan banjir dan merugikan ratusan
hingga ribuan orang. Jika Pemerintah yang membuat kebijakan ( Green Policy )
dan rakyat melaksanakan kebijakan itu maka Indonesia bebas banjir.
Apakah kita akan terus-menerus membiarkan kondisi tidak
sehat terjadi di kota-kota yang rawan banjir. Tentunya tidak. Itu sebabnya,
kita dan pemerintah
harus mencari cara menanggulangi banjir meskipun sebenarnya cara tersebut sudah
ada. Kita tinggal merealisasikannya.
Berikut ini beberapa cara untuk
menanggulangi banjir.
- Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Sungai dan selokan adalah tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat sampah.
- Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar hanya dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu peningkatan perekonomian. Malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu sebabnya, pemerintah seharusnya tegas, melarang membuat rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota dalam jangka waktu lama (untuk menetap).
- Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Bayangkan, bila sebuah kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba (http://www.anneahira.com/cara-menanggulangi-banjir.htm).
KESIMPULAN
Daerah
Jakarta Selatan ini terjadi banjir disebabkan oleh pemukiman padat penduduk,
saluran air yang diperkecil, alih fungsi lahan, tidak ada resapan air, dan
pembuangan sampah yang liar. Karena daerah ini sering di datangi banjir, maka
warga yang menjadi korban banjir yang selalu terkena dampak nya, seperti :
a. Ancaman wabah penyakit
b. Aktivitas masyarak terganggu
c. Ancaman penyakit diare
d. Penyakit yang disebabkan oleh
nyamuk
Cara mengatasi banjir di daerah
Jakarta adalah
a. Membuat daerah resapan air yang
lebih luas lagi, dan jangan memperkecil saluran air yang sudah ada.
b. Mengkaji ulang tata kota daerah Kebagusan, untuk mengetahui titik-titik daerah banjir.
c. Membuat tanggul baik yang permanent atau non permanent dirumah masing-masing yang selalu terkena banjir.
d. Dan di himbaukan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah pada tempatnya.
b. Mengkaji ulang tata kota daerah Kebagusan, untuk mengetahui titik-titik daerah banjir.
c. Membuat tanggul baik yang permanent atau non permanent dirumah masing-masing yang selalu terkena banjir.
d. Dan di himbaukan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah pada tempatnya.
SARAN
Banjir adalah suatu bencana alam yang
kadang-kadang tidak dapat diprediksi datangnya. Oleh sebab itu kita dituntut
untuk waspada dan melakukan pencegahan agar banjir tidak terjadi. Banjir di
Jakarta bukan hanya masalah untuk warga Jakarta saja. Karena dari pendekatan
kelingkungan DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah daerah yang dapat membuat atau
menyebabkan banjir terjadi. Masyarakat di DAS harus memiliki mindset bahwa
sungai bukanlah tempat sampah baik dari hulu sampai dengan ke hilir. Ini bukan
hanya tugas pemerintah saja, melainkan seluruh elemen masyarakat. Dan juga
pemerintah harus membuat tata kota yang ramah lingkungan seperti adanya daerah
resapan air, saluran air, taman kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar